Asa

Cinta tidak akan mengetahui kedalamannya
Sebelum saat perpisahan itu tiba

Lebih kurang itulah yang dikatakan Ali Mustafa
Ketika akan meninggalkan kotanya tercinta
Pergi untuk kembali, ke bumi, laut, dan udara
Dimana asal muasalnya berada

Cinta akan mengetahui kedalamannya
Saat perpisahan itu tiba
Seperti inilah artinya
Jika dipandangi dari sudut berbeda

Setetes darah takkan merusak kain putih
Hanya akan menghancurkan rasa
Kain putih itu akan dicuci bersih
Walau selingkaran kecil darah yang tertera

Kejujuran tidaklah selalu jujur
Selama manusia yang mengucapkan
Kepercayaan tidak juga selalu percaya
Selama manusia yang mendengarkan

Mulut tak bisa berkompromi dengan hati
Karena ia berjarak sangat jauh dari dada
Hati harus membujuk kepala sebagai pemiliknya
Agar perkataan hati sedikit bisa dituruti

Mata tetap mampu melihat tulang yang keluar dari kulit
Meski kaki telah lemas dan tubuh mengeluhkan sakit
Namun mata entah sanggup atau tidak ‘tuk memandang cinta suci
Yang telah memberikan tanda bahwa ia akan bangkit dan pergi

Bersegeralah kita dalam menggapai impian
Itu yang cinta tulus selalu seru
Kaki bertumpu di atas bahu
Jari menggenggam erat batu

Saling menjaga agar tak jatuh
Karena jika satu jatuh, semuanya runtuh
Berhasil saat bangkit di atas mata air peluh
Gagal saat bersimpuh di atas lumpur nan keruh

Air mata menetes ketika dahi beradu keras dengan dinding
Bukan karena lebam atau kucuran darah di kening
Bukan juga karena mulut yang kelu dan tak urung membisu
Melainkan karena telapak tangan yang belum dapat menyatu

Cinta mencari makan sendiri
Ia dapat hidup mandiri
Ia takkan memberi apapun
dan takkan mengambil apapun

Apapun dari kita, yang mengklaim adalah pemiliknya
Yang penuh ketidaktahuan dan bodoh atas pengetahuan
Yang pula tidak peduli akan rahasia kehidupan
Namun angkuh berdiri di atas harta yang cuma titipan

Perih bisa bersembunyi
Masa lalu bisa diacuhkan
Cinta masih terus berlari
Penuh asa demi kebersamaan