Ku berteriak tanpa keberanian
Hingga suaraku parau dalam senyuman
Dan akhirnya bisu oleh kesendirian
Tak mampu membuka mata karena tangisan
Memandangi dinding sepi
Ia tinggi semampai, dingin dan tak peduli
Ia melindungiku dari getirnya kemurungan
tanpa teman berbagi tanpa kawan sehati
Aku tenggelam dalam sunyi
Seperti batu yang jatuh ke dasar danau hitam
Di tengah malam, di antara barisan tumbuhan besar
Menukik cepat menuju tanah di bawah air
Menghadap ke atas, melihat gerombolan kelelawar menari
Tak tahu mana yang lebih baik antara dunia kejam atau suasana kelam
Padahal waktu di permukaan semangat bak bendera api nan berkibar
Namun bisa tiba-tiba menghadapi kematian hanya karena tak mampu berpikir
Pergi ke sana kemari, mencari mantelku
Tak ku temukan kecuali kecerobohan
Ditambah jiwa seni yang justru membuatku rugi
Kerinduan mendalam yang masih menguasai
Tak akan pernah hilang walau pahit menggorogoti
Rasa masam akibat debu kehidupan yang terbang mengikuti angin
Kemudian masuk ke dalam mulut, sembari membuka tabir-tabir kasih
Seruan pagi tak ku hiraukan
Lelahnya malam tak ku perhatikan
Sungguh, ku hanya ingin ia berada di dekatku
Memberikan segala yang ku butuhkan setiap waktu
Tiada bosan aku mencintaimu,
Tiada bosan aku tertawa denganmu
Janganlah kau menyebutku begitu
Karena aku selalu menyayangimu
Rumah kosong akan tetap menjadi hening,
Jika tiada yang menempati
Walau perabot sudah memenuhi setiap sudut kosong dan dinding
Tetap akan sepi jika tiada yang mengisi
Aku kirimkan salam terkasihku untukmu
Melalui bayang-bayang kelam yang selalu menemani percikan-percikan gundahku
Lirih, memanggil namamu di dalam hatiku
Terkikis, sedihku oleh cahaya senyummu
Awan akan selalu ada ketika mendung tiba
Menyimpan air penuh misteri entah itu suka ataupun duka
Ketika air itu tumpah, hujan pun melanda
Dan membasahi keping-keping bumi seketika
Ayam berkokok, matahari pagi akan datang segera
Menyibakkan helai-helai kekosongan yang dingin
Mengisi kembali kotak hangat yang tersimpan di jiwa
Dan membuatku melupakan air mata kemarin
Menyongsong ufuk timur dengan cahaya yang mulai terbit
Aku tuliskan janji-janji cinta nan indah untukmu kepada dunia
Biar semua tahu apa yang ku rasa dan yang ku cinta
Menabung daya tenaga dan kasih sayang hingga menjadi bukit
Kemudian mengajak dirimu pergi ke bukit itu
Menjelajah rerumputan dan pepohonan delima yang telah ku ciptakan
Menikmati semilir angin hanya berdua denganmu
Mengecup hangat keningmu dengan pancaran kedamaian
Aku sakit bukan karenamu, tapi karena diriku yang ketakutan
Ketakutan akan melukai dirimu dan membuatmu sedih
Ketatutan yang justru menyayat pedihku sendiri
Sayatan pedih yang akan segera sembuh,
Ketika aku kembali menatap lekukan manis di bibirmu
Ingat ku pada cita-cita
Tak akan ku berani untuk mempermainkannya
Bersamamu menaklukkan dunia
Membuktikan bahwa ada kekuatan di setiap langkah kita