Mercusuar Buta

Ku janjikan kepadanya harapan
Yang ku beri hanyalah bualan
Ku persembahkan ia kehangatan
Yang ku beri hanyalah angan

Maaf sejuta maaf ku kirimkan untuknya
Aku tak mampu bergerak dan bertindak
Terjebak di dalam pulau yang sepi
Menjalani kehidupan kosong hari demi hari

Suara bising ombak menghantam tebing
Tempat termangunya mercusuar yang lampunya telah padam
Aku duduk menatap ganasnya ombak laut malam
Persis di bawah puncak mercusuar, tak pernah bergeming

Mercusuar adalah petunjuk bagi kapal
Bahwa ada daratan yang mendekam
Tidak hanya pesoleh, bahkan kriminal
yang diarahkan agar tidak karam

Mercusuar mampu melihat dan memperlihatkan
Dengan lampu yang bertengger rapi di puncaknya
Bagaimana jika mercusuar kehilangan lampunya?
Maka ia akan buta dan membutakan

Seandainya aku bukanlah diriku
Aku takkan menemukan nasibku bersandar di sini
Tepat di samping lampu tua bangka dan bau
Yang tak pernah sanggup ku terakan kembali

Langit malam dan laut kelam terlihat menyatu di ujung
Namun tak sungguh-sungguh menjadi satu
Hanya menempel di garis batas horison
Garis batas yang tidak memiliki batas

Seandainya diriku bukanlah aku
Aku masih bisa terus bersamanya di pulau aru
Tidak di sini, menikmati riuhnya sepi
Membuang nafas untuk membohongi diri

Ia sering mengatakan kalimat pamungkasnya kepadaku
Aku ingat kata demi kata dengan sangat baik
Ia bilang
Menangis dan melarikan takkan merubah apapun

Meski ku tahu keadaanku sekarang berbeda dari yang dulu
Aku tak melarikan diri
Bukan tidak mau, namun tak ada tempat untuk ku tuju
Walau air mata, masih membasahi pipi

Aku kuat, karena kata-kata itulah yang menjadi kekuatanku
Entah aku akan tinggal di sini sampai kapan
Ribuan kali ku lihat matahari melintasi garis rambut daratan
Menggodaku, saat senja menelannya aku hanya terpaku

Hingga kini aku masih tak percaya dengan apa yang terjadi
Pantai tempat ku biasa bermain diserang oleh badai
Aku lalai dan tak sempat menyelamatkan nyawaku sendiri
Kemudian ku terhisap dan terlempar sampai ke tempat ini

Angin tak menghembuskan kabar
Deburan ombak tak membiaskan berita
Ikan-ikan di dalam jala hanya melinangkan air mata
Semenjak cahaya telah pergi meninggalkan mercusuar

Sang Pengabdi Kapal

Benar juga apa katanya
Sore itu, tak secerah sore sebelumnya, ketika kami menikmati pantai yang sama
Agak gelap, karena sang surya, dihalangi senyumnya oleh awan tebal di ufuk barat
Deburan ombak kelabu menggoda para pemancing ikan yang terlihat senang walau dapat dilihat tak ada ikan yang didapat

Letaknya yang tak jauh dari bandara, membuat kami mampu melihat pesawat lebih jelas dari biasanya
Di tempat itu, aku merasa langit, laut, daratan, angin, dan dia adalah milikku seorang
Hanya milikku seorang
Penjelasannya mengenai burung camar, sungguh membuat hatiku tersenyum
Ia telah sering mendengar ceritanya tentang bentuk formasi burung, namun, aku takkan pernah bosan mendengarnya bercerita, karena bagiku, ceritanya adalah pancuran air dari pulau di atas langit yang airnya mengalir sejuk tepat membelah bagian tengah hatiku

Kapal-kapal rusak, yang nyaris tenggelam di dalam kolam hitam
Membisu di bawah cahaya mercusuar markas
Lelah mereka bersaksi akan keganasan laut lepas
yang mampu menghempas sebuas apapun benda yang melintas

Sangat mirip dengan dirimu yang sedang menciptakan badai
Sangat berkecukupan untuk menebas apapun yang mencoba melibas
Memanas dengan sendirinya, mencabut segala air yang berada di dalam tanah dan tumbuhan
Seluruh permukaan akan mengering jika ia tetap berada dalam perisai amarahnya
Baju baja dan pedang timah pun takkan mampu menahan

Lagi-lagi, langit-Mu sangatlah indah ya Tuhan
Heran diriku jika tak ada yang memperhatikan dan menikmati indahnya pesona alam buatan tangan Tuhan
Begitu juga dengan tawa dan senyumnya, bagaikan great barrier reef di Australia
Atau bagaikan Love Island di Eropa nun jauh di sana

Hei, batu pantai
Sedang apa kau di situ? Berbaris rapi melindungi kami ya?
Bolehkah aku memberitahumu sedikit, mungkin ini bukan hal yang penting bagimu
Namun untukku, meluapkan perasaan adalah hal yang bisa menjagaku agar tak meledak seketika
Bahwa sesungguhnya tak ada tempat yang lebih menciptakan rasa ceria dan bahagia
Kecuali sebuah tempat yang selalu ada dia di dekatku
Tiada ku peduli di mana apiku berada, aku selalu nyaman jika berada di dekatnya

Kami lihat, perahu besar penangkap ikan berangkat menuju laut lepas
Temannya yang satu lagi terpaku di situ, ku tatap yang diam satu itu
Tepat di depan kerlap kerlip cahaya yang menera dari jauh sana

Tiba-tiba saja ku tenggelam di tengah-tengah kesunyian yang seram
Ketika senyum dan tawamu berganti dengan kesedihan yang sungguh mendalam tertanam
Tak mau ku berenang ku permukaan, menghirup udara penuh dusta
Lebih baik ku menyelam semakin dalam, memenuhi paru-paru dengan air penuh cinta

Ku tatap matanya, seperti sedang menikmati senja dengan secangkir cokelat hangat
Namun kala itu berbeda, ia ceritakan tentang betapa keruh, kuat, dan sedihnya kehidupan seorang pengabdi kapal
Dan aku terbawa, ikut ku bayangkan betapa sulitnya menjadi manusia yang hidup di tengah laut sana
Angkasa mulai menggelap, cahaya kota mulai menyinari langit dengan sinar jingganya
Di situ aku hanya berharap, ia menemukan cara untuk menghentikan air mata yang terus berceceran
Karena sekaan ku, tak cukup ntuk menahan
Ku percaya, orang yang sedang ia ceritakan, merupakan manusia kuat yang selalu mampu berbahagia di setiap badai yang dilewatinya

Ku yakini dengan sangat pasti, sungguh baiknya ia
Dan ku yakini jua dengan sangat pasti, sungguh ku sayang dia
Ku terawang lagi laut hitam yang ada di seberang, membayangkan apakah ada ikan besar di dalamnya
Mungkinkah jika ikan besar itu meloncat kemari, ke daratan, lalu berevolusi menjadi seekor kadal
Karena mereka bilang tak ada yang tak mungkin kan?

Ku hirup lagi aroma amis laut yang penuh kotoran
Namun tak ku gubris karena keindahan yang terpajang di ujung sudut pandang
Kami teruskan perjalanan, tak pedulikan jarak, tak pedulikan hujan
Yang penting terus bersama, dalam duka dan suka, dalam kasih dan sayang

Rembulan Pagi Hari

Ada atau tidaknya awan, tebal atau tidaknya mereka, menutupi langit atau tidaknya mereka
Matahari akan selalu ada di situ, terus menerangi Bumi tanpa peduli apapun yang terjadi
Dan terlihat atau tidaknya sang bulan, terangnya atau tidaknya ia
Ia akan selalu berada di dekat Bumi, menari mengelilingi Bumi tanpa peduli apapun yang terjadi
 
Yang perlu kita lakukan adalah menemukan keindahan dan kebahagiaan kecil
Di sudut-sudut tempat yang terlupakan, tak pernah kita sadari, dan tak pernah perhatikan
Seperti awan yang tersinari rembulan, seperti senja yang mengawali malam
Seperti lengkungan garis pantai terdebur ombak, seperti bulan di pagi hari

Ada yang menganggapnya sebagai si pendusta,
karena masih bersinar padahal matahari sudah muncul
Ada yang menganggapnya sebagai si pengindah,
karena bersinar indah berpadu padan dengan sang mentari

Sebuah mata langit yang terus memperhatikan kami
Dari malam hingga pagi, tak kalah oleh tebalnya awan, tak kalah oleh gelapnya malam
Ia selalu bersinar, tiada bosan memenuhi wajahnya
Bersamaan dengan sinarnya aku pulang, bersamaan dengan sinarnya aku berangkat

Pedagang-pedagang kecil, berebutan tempat untuk berlindung dari hujan, termasuk kami
Ada sebuah tempat ibadah menjulang indah di sudut jalan sana
Potret-potret wajah manis, indah, tak terkatakan
Momen-momen itu tergantung di jendelaku, menahan cahaya pagi yang berusaha masuk menyisir dinding kamar

Kenangan bergantung dengan kerinduan mendalam berteman dengan khayalan
Inginku ku tembakkan meriam-meriam ini ke arah rumahnya
Yang diisikan oleh mesiu dan peluru kasih sayang
Berharap semoga mampu menembus relung hatinya yang terdalam

Sepertinya ia membangun mercusuar di hatinya, mungkin itu tanda untukku
Tanda bahwa ada tempat untuk berlabuh, akhirnya hasrat kerinduanku terpenuhi
Beruntungku benar-benar beruntung, dek kapal akan pecah
Terhantam kerasnya karang, yang tak terlihat karena tertutup kabut

Tak ku buka layar, tak ku arahkan kemudi kapal
Hati ini yang mengarahkan kapal, dan bergerak menuju mercusuar di hatinya
Bulan di pagi hari, ingat betul ku akanmu, karena engkaulah yang menjadi saksi berlabuhnya kapal ini untuk pertama kalinya
Tariklah permukaan laut, buatlah mereka menjadi pasang, agar kapalku tak lagi berbenturan dengan karang

Bibir pantai sudah terlihat, sinar mercusuarnya semakin jelas berkilauan
Ku turunkan sekociku, ku kayuh dayung rusak ini, biarlah saja jika patah
Tak pernah ku lihat daratan, apalagi yang seindah ini
Bagaimana bisa ada anggrek dan lili, di tempat yang berbatasan langsung dengan laut Samudera Atlantik

Semakin tinggi mendaki, semakin cepat melangkah
Tak jauh lagi menuju cahaya itu, sontak terhentak badanku, hampir saja ku terjatuh di jurang
Melihat cahaya yang telah padam, bak harapan yang hancur luluh lebur tak berbentuk
Tetapi tak ku gubris, tak ku hiraukan, ku acuhkan, meneruskan derap ku sigap mendongak

Jadi seperti ini, mercusuar yang dibangun di atas hati
Begitu indah mempesona, memberi petunjuk bagi siapa saja yang dicintainya
Agar tahu tempat ia bisa berlabuh, beristirahat, dan mengecap hangat kebahagiaan
Kecupan hangat ku lancarkan ke bibir pintu mercusuar itu

Ku lihat sosok dirimu di puncak
Mengenakan gaun putih indah, tertawa terbahak-bahak
Begitu mempesona, hingga membuatku lupa apa yang sedang ku kenakan
Pakaian compang camping yang ternyata tak menjadi masalah untuk bidadari yang ku idamkan

Ku hampiri lembut tanganmu, ku sandarkan tubuhku di dinding
Kau perhatikan lelahku, kau sandarkan tubuhmu di bahu
Ku sampaikan segala kerinduan yang selama ini berusaha tak terjatuh dari tebing
Lalu kau sampaikan pula kerinduan yang selama ini kau tahan di hatimu

Bersamamu, memandang indahnya bulan di pagi hari
Bersamamu, mengikrakan janji dan memperrsembahkan pengabdianku untuk pulau ini
Bersamamu, mendirikan pelabuhan dan mercusuar lain untuk mereka yang dulu membenci
Bersamamu, menjaga mercusuar ini hingga akhir hayat nanti

(30 Januari 2013)